Teriakan ‘Huuu…’ kepada Habibie: Catatan Sidang Istimewa MPR 1999 (Bagian 1)

Sumber foto: bebas-kompas-id.azureedge.net

Tanggal 14 Oktober 1999, pukul 20.30, Ketua MPR Amien Rais memimpin Sidang Istimewa MPR dengan mata acara mendengarkan pidato pertanggungjawaban Bachruddin Jusuf Habibie, yang menjabat sebagai presiden RI selama 17 bulan.

Materi pertanggungjawaban disusun tim pimpinan Prof. Dr. Muladi yang menerima masukan dari menteri-menteri Kabinet Reformasi. Yang akan dibacakan Habibie adalah ringkasan (executive summary) yang dirumuskan oleh Dr. Watik Pratiknya, tokoh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dari Yogyakarta.

Pukul 21.00 Habibie tiba di Gedung MPR/DPR dengan pengawalan ekstra ketat. Maklum di luar Gedung, massa mahasiswa berdemonstrasi. Ada Forum Kota (pimpinan Adian Napitupulu, sekarang anggota DPR dari PDIP), Forum Bersama (Forbes), Gerakan Mahasiswa (Gema ITB), dan ada juga organisasi pendukung Megawati. Mereka tak terkendali dan memenuhi ruang Jl Gatot Soebroto, Jl Sudirman, hingga Jl M.H. Thamrin (Bundaran Hotel Indonesia).

Sebelumnya, selepas magrib Amin beserta para Wakil Ketua MPR yaitu Matori Abduldjalil dan Kwik Kian Gie mencoba menenangkan massa. Dengan mengendarai Jeep Cherokee, Amien berpidato menenangkan massa. Tapi tokoh Partai Amanat Nasional (PAN) ini tidak berhasil. Mahasiswa tetap meminta MPR menolak pertanggungjawaban Habibie. Akhirnya, Amien, Kwik dan Matori kembali ke Gedung MPR untuk memulai siding pleno Pidato Pertanggungjawaban Presiden.

Di MPR sendiri, keterbelahan demikian tinggi, yaitu antara fraksi-fraksi berwarna agama (Islam), dengan partai-partai nasional, dan antara yang akan menolak dengan menerima pidato pertanggungjawaban Presiden. Maka ketika Habibie memasuki ruangan sidang, teriakan huu… membelah ruang. Yang berteriak itu tentu adalah anggota yang oposisi terhadap Habibie.

Sidang pun mulai, Amien mempersilakan Habibie ke podium. Namun sebelum Habibie naik, Sabam Sirait dari PDIP menginterupsi. Dia menuntut pimpinan MPR agar meminta aparat untuk tidak represif terhadap mahasiswa. Perdebatan pun terjadi, beberapa interupsi pun menyeruak. “Saya bersama pimpinan MPR lain tadi sudah bertemu mahasiswa, dan meminta aparat agar tidak represif,” katanya.

Amien pun mempersilakan Habibie ke podium. Baru beberapa menit Habibie membacakan pengantarnya, anggota PDIP Zulvan Lindan interupsi lagi. “Saudara Ketua MPR mohon dicek lagi! Barusan saya menerima kabar aparat represif terhadap mahasiswa!” katanya.

Habibie yang biasanya serius berpidato dengan mata berbinar, benar-benar terkejut ketika diinterupsi. Interupsi disamber interupsi lain. Amien harus bekerja keras meredakan interupsi. Kali ini berhasil pula.

Amien mempersilakan kembali Habibie. Tapi sebelum memulai lagi, teriakan huuu…terdengar lagi. Ibu Ainun tampak gelisah dengan keadaan seperti itu. Para pemimpin fraksi dan ketua partai, termasuk Megawati memperingatkan anggota masing-masin untuk tidak berteriak, dan tetap melanjutkan sidang.

Pidato pertanggungjawaban Habibie yang paling mendapat sorotan menyangkut tiga hal: Lepasnya Timor Timur, Skandal Bank Bali (yang menyeret nama AA Baramuli, tokoh politik asal Sulawesi Selatan), dan penyelesaian kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) Soeharto. Lawan politik Habibie di MPR menggunakan tiga isu pokok ini untuk menekan bapak teknologi ini. Keberhasilan sang professor dalam menekan inflasi, menurunkan nilai tukar dolar dari Rp 16.000-an per dolar menjadi Rp 6000-an, menaikkan pertumbuhan ekonomi dari minus ke angka positif, serta membuka keran kebebasan masyarakat dan pers, seolah tidak menjadi poin penting.

Bahkan dalam tubuh Golkar terpecah antara kubu Iramasuka (Irian, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan) yang pro Habibie, dengan kelompok Akbar Tandjung dan Ginandjar. Rapim Golkar sebelumnya bahkan memberikan catatan yang sepertinya memberatkan posisi Habibie. Akbar Tandjung memberikan catatan kepada Habibie. Meski mengapresiasi keberhasilan menekan inflasi dan menurunkan nilai dolar, Akbar Tandjung dan kawan-kawan mengingatkan Habibie untuk menyelesaikan kasus KKN Soeharto, kasus Timtim, dan penyelesaian kasus kekerasan seperti penculikan mahasiswa, penembakan mahasiswa di Trisakti dan Semanggi dan lain-lain. Kelak manuver Akbar dan kawan-kawan ini semakin mempertajam pertikaian dalam tubuh Golkar. Akbar, Ginandjar dan Marzuki Darusman dituding punya agenda sendiri (akan dibahas di tulisan bagian kedua esok).

Malam itu, pidato pertanggungjawaban usai. Habibie kembali ke kediaman. Sidang istimewa berlanjut pada hari-hari berikutnya hingga voting pada 19 Oktober malam. Tanggal 15 hingga 19 siang, Sidang Istimewa mendengarkan pemandangan umum frakasi-fraksi, serta mendengarkan jawaban Habibie terhadap pemandangan umum fraksi-fraksi tersebut. Dalam pemandangan itu tercermin sikap-sikap fraksi. FPDIP (menolak), Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia (menolak), Fraksi Kebangkitan Bangsa (menolak), Fraksi Perserikatan Daulatul Umah (menerima), Fraksi Demokrasi Kasih Bangsa (menolak), Fraksi TNI/Polri (tidak menolak maupun menerima, diserahkan kepada Komisi Pertanggungjawaban Pidato Presiden), Fraksi Reformasi (meminta tambahan catatan), Fraksi Partai PErsatuan Pembangunan (meminta catatan tambahan), Fraksi Utusan Golongan (tidak menerima atau menolak), Fraksi Partai Golkar (meminta tambahan catatan).

Presiden pun diberi kesempatan memberikan jawaban terhadap pemandangan-pemandangan umum itu. Fraksi-fraksi pun diberi hak menjawab kembali. Akhirnya semua hasil dialog dan depat itu masuk ke Komisi D Panitia ad hoc. Komisi D tidak berhasil mengeluarkan keputusan diterima atau ditolaknya pertanggungjawaban Presiden. Maka tanggal 17 Oktober sore, Komisi D mengeluarkan keputusan bahwa pada 19 Oktober akan ada pemungutan suara untuk menentukan apakah SI MPR menerima atau menolak Habibie.

Sementara massa anti Habibie dan massa pro Habibie pimpinan Egi Sudjana terus berdemo dan menimbulkan kekhawatiran akan terjadi konflik horizontal. Ada juga kelompok Masyarakat Profesional Indonesia (MPI) yang juga menekan Habibie. Mereka antara lain Faisal Basri, Bambang Wijoyanto, Abdillah Toha, Kwik Kian Gie, Sutradara Ginting, Todung Mulya Lubis, Albert Hasibuan, Teten Masduki dan lain-lain.

Meihat keadaan seperti itu, kubu Habibie tetap bersiap-siap untuk mencalonkan lagi putra Sulawesi itu untuk menjadi presiden kembali. Sementara pihal lawan menolak, karena ada calon jago masing-masing. Beredar nama Habibie_Akbar Tandjung, dan Habibie-Wiranto.

Sementara, ibu Ainun, Ilham Habibie dan Thareq Habibie malah berharap Sidang Istimewa menolak pertanggungjawaban Presiden.

“Supaya bapak bisa hidup tenang dan mengasuh cucu,” ujar Ilham Habibie.

Bersambung

Tulisan ini adalah nukilan dari buku “Akrobat Politik” sebuah karya investigasi politik yang ditulis Budhiana Kartawijaya dkk.

Budhiana Kartawijaya

Sekretaris Perusahaan Pikiran Rakyat. Meniti karir sebagai wartawan di Pikiran Rakyat.

Leave a Reply

%d bloggers like this: