SILATURAHMI pesantren kali ini saya lakukan ke Pesantren Baitunnajah di Soreang Kabupaten Bandung. Saya merasa perlu untuk silaturahmi karena ingin belajar bagaimana pesantren bisa menanggung hidup ratusan atau ribuan santri secara gratis.
Saya bertemu K.H. Ako Komarudin, pendiri pesantren. Namun sepanjang jam, saya mendapat penjelasan dan cerita menarik dari suami istri Kang Rian (putra H. Ako) dan teh Yanti Sopariah. Mereka berdua ini yang berjibaku mencari sumber pendapatan untuk menjalankan operasi pesantren. Sedangkan K.H. Ako sebagai pimpinan pesantren merangkap tokoh masyarakat setempat.
Didirikan oleh K.H. Ako pada 2007, pesantren ini banyak menyimpan cerita. Seperti umumnya pesantren di tempat lain Baitunnajah pun menerima anak-anak yang dititipkan oleh para orangtuan desa. Kata “dititipkan” mengandung konotasi luas. Orang tua di desa tidak mampu membiayai anak untuk sekolah, dan tidak mampu mengajari agama. Akhirnya mereka menitipkan anak-anaknya ke pesantren. Biarlah pesantren yang memikirkan makan minum dan pondokan anak-anaknya.
Begitu pula Baitunnajah,. Santri-santri di sini berasal dari kalangan masyarakat kurang mampu. Mereka datang dari daerah minus Jabar Selatan, ternanyak dari Cianjur Selatan. Jadi kang Rian dan teh Yanti kudu memikirkan perut ratusan santri, plus memeras otak membuat pondokan buat tidur mereka. “Alhamdulillah, niat baik selalu bersambut. Ada yang mewakafkan tanah. Itu yang kemudian dibangun jadi pesantren dan pondokan,” kata Yanti.
Untuk memenuhi kebutuhan pangan, Kang Rian menjadi komandan tani. Dia mengajak petani untuk memanfaatkan lahan sekecil apapun. Bekerja sama dengan penduduk setempat, Baitunnajah melakukan gerakan bertani. Pesantren ini menghasilkan kacang panjang, kangkung, jahe dan lain-lain. Produknya mereka salurkan ke supermarket, rumah makan, dan untuk konsumsi santri.
Bertani dengan spritualitas, itu tampaknya yang dilakukan Baitunnajah. Jika ada hama, K.H. Ako berkata: Berapa banyak yang dimakan hama? Berapa banyak yang bisa dimakan oleh kita? Kalau lebih banyak yang bisa kita makan, berilah barang sedikit kepada hama itu. Mereka juga mahluk Allah, dan harus kita beri makan!”
Baitunnajah adalah pesantren peserta progran One Pesantren One Product yang digagas Gubernur Jabar Ridwan Kamil, di mana saya kecil-kecilan ikut berpartisipasi.
Baitunnajah juga membina masyarakat setempat. Hal yangmencolok antara lain membebaskan penduduk dari jeratan Bank Emok (emok, atau embok dalam Bahasa Sunda berarti duduk di lantai). Bank Emok adalah lintah darat yang masuk ke kampung-kampung memberikan pinjaman dengan bunga mencekik. Mereka datang sambil duduk di lantai. “Di sini, ada yang pinjam sampai rumahnya disita,” kata teh Yanti.
Kang Rian dan teh Yanti kemudian mengajak masyarakat untuk memanfaatkan lahan dengan menanam sayur. Hasilnya untuk dikonsumsi sendiri, dan ditampung Baitunnajah. Adalah K.H. Ako yang membina masyarakat agar kembali kepada lahan tani untuk menghindari masyarakat dari jeratan riba. Sudah ada sekitar 85 warga yang berhasil keluar dari jeratan bank emok.
Baitunnajah membentuk koperasi, meski belum terdaftar secara resmi. Koperasi ini ditujukan untuk mengeluarkan penduduk dari kemiskinan, terutama dari jeratan bank emok. Koperasi ini memberikan pinjaman, pembayarannya bisa dicicil dengan hasil tani. Menurut kang Rian, koperasinya tidak menetapkan suku bunga namun peminjam bisa memberikan jasa dengan jumlah sukarela.”Tapi koperasi ini belum terdaftar. Saya repot mengurus madrasah, dan belum punya kader yang bisa melakukan pencatatan laporan keuangan,” kata Yanti.
Sebetulnya banyak sekali cerita inspiratif yang membuka kesadaran kita semua bahwa sebetulnya negara ini harus berterimakasih kepada pesantren. Pesantren bukan cuma sekolah, dia juga melakukan misi sosial untuk komunitas sekitar. Pesantren adalah jaring pengaman sosial. Bayangkan kalau tidak ada pesantren, ke mana keluarga tidak mampu bisa menitipkan anak-anaknya. Menyelamatkan perut dan pendidikan.
Di akhir kunjungan, kan Rian dan teh Yanti merasa perlu agar Baitunnajah memiliki website sendiri agar bisa berbagi cerita inspiratif, dan mengabarkan kegian pesantren sekaligus mendokumentasikan kegiatan Baitunnajah. Saya menyanggupi untuk membuatkan website. Dan saya pun menyanggupi untuk melatih santri untuk menulis, memotret, hingga mendokumentasikan setiap langkah.
Dan happp…. kini pesantren sudah punya alamat, yaitu baitunnajah.id. Sekarang, pasukan saya sedang mendesain web-nya. Mudah-mudahan minggu depan pasukan cyber Baitunnajah bisa kita bentuk, sehingga mereka bisa mendokumentasikan kegiatannya dan menginspirasi dunia.
O ya, bagi pesantren yang belum punya website, dan serius ingin melakukan gerakan literasi serta ingin menginspirasi dunia, insya Allah saya bisa bantu ya…***