Para Politisi: Branding Sebelum Tanding! Tapi Jangan Bragging

 

SELASA (24/11) saya menjadi pembicara di webinar West Java-Online emerging Leaders Academy yang diselenggarakan International Republican Institute. November 24, 2020. Ini adalah pertemuan dengan para politisi muda lintas partai. Mereka ingin mendiskusikan bagaimana memanfaatkan media dalam melaksanakan tugas-tugas politiknya.

Pada saat pemilihan umum anggota legislatif (Pileg), masyarakat sering menghadapi situasi bingung ketika harus mencoblos figur calon anggota legislatif. Di baligo-baligo, poster-poster, selebaran-selebaran bahkan di kartu suara muncul wajah orang-orang tak dikenal yang akan mewakili masyarakat di wilayah itu. Pada akhirnya, masyarakat golput, atau mencoblos orang yang tidak dikenal.

Dalam diskusi ini, saya mendorong agar para politisi muda bakal caleg ini sejak awal membentuk citra diri atau personal branding sebelum mereka resmi diumumkan sebagai caleg oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau KPU Daerah. Branding sebelum Tanding (Branding Before Running).

 

Branding itu artinya menciptakan kesan emosional yang benar tentang sosok Anda, baik ketika mendengar nama Anda, bertemu Anda di dunia maya maupun di dunia nyata. Begitu kata Erik Deckers dan Kyle Lacy).

Pendek kata, Anda ingin dipersepsi masyarakat sebagai politisi apa? Politisi yang menguasai hankam? Pendidikan? Ekonomi? Energi? Gender? Budaya? dan lain-lain. Atau Anda ingin dikenal sebagai sosok merakyat? Berpengetahuan luas? Ramah? Supel? Tegas? Punya network luas?

Pikirkan dahulu hal-hal tersebut di atas.

Tapi perlu diingat, branding jangan terpeleset pada bragging (artinya kira-kira “membual”). Bragging itu melebih-lebihkan diri Anda, jauh di atas apa adanya. Bragging akan membuat orang mual dan muak. Branding itu melakukan sesuatu yang membuat orang merespons positif. Jadi branding itu mencari testimoni pihak ketiga. Biarlah yang menilai Anda baik itu adalah orang lain. Kalau Anda berkata :”Saya adalah orang baik!” maka itu adalah bragging.

Branding adalah kampanye halus (soft campaign) melalui berbagai media mainstream (koran, radio, televisi, dan majalah) dan media sosial (Facebook, Twitter, Instagram, Blog, personal web, Tik Tok, dan lain-lain). Sedangkan sosialisasi atau jual diri menjelang pemilihan adalah hard campaign atau sehari-hari kita sebut kampanye. Branding adalah upaya pembentukan citra sebelum si bakal caleg diresmikan jadi caleg dan menjalankan kampanye. Branding adalah memunculkan citra diri kepada publik, khususnya calon konstituen.

Personal branding itu memunculkan kemampuan, passion, otoritas keilmuan, atau apapun yang menonjol di diri Anda. Peliharalah kedekatan dengan komunitas Anda, buatlah event-event yang menarik perhatian publik dan media. Tulislah opini tentang hal-hal yang Anda kuasai, dan kirim ke media. Selain itu peliharalah kedekatan dengan media, mulai dari pemimpin redaksinya hingga wartawannya. Hubungan yang baik adalah hubungan sosial yang hangat dengan media. Bila Anda menguasai sesuatu masalah, dan  sering muncul di media, maka artinya Anda sudah menjadi referensi publik untuk isu-isu tertentu.

Branding juga bisa dilakukan via media sosial. Para bakal caleg harus memanfaatkan platform-platform media sosial dan memahami diferensiansi fungsi tiap platform. Facebook berbeda fungsi dari Twitter dan Instagram. Juga berbeda dari Youtube dan Vlog. Tapi satu hal yang pasti, di zaman digital ini semua bisa terukur secara cepat, tepat, akurat dan real time.

Di masa sebelum internet, kita tidak mengukur secara pasti siapa yang membaca berita kita: demografi, psikografi maupun geografinya. Sekarang, kita bisa mengetahui dengan akurat jenis kelamin, tempat tinggal, hobi, emosi, sentimen, psikografi, waktu membaca, bahkan merek dan jenis gadget yang digunakan.

Jadi, personal branding adalah seolah-olah “menabung” citra, sehingga saat kampanye nanti, para politisi tidak terlalu banyak keluar energi lagi untuk memperkenalkan diri. Jadi: Lakukan branding sebelum tanding, atau branding before running. Susunlah timeline kapan soft campaign dan kapan real campaign dilakukan. Belajar menulis, itu utama. Selebihnya bentuk tim untuk konten video dan marketing media sosial.

Manfaatkan masa sebelum penetapan Anda sebagai calon untuk personal branding, sebab kalau KPU sudah menetapkan Anda sebagai calon, maka media massa sudah tidak leluasa lagi memberikan keistimewaan kepada para calon. KPU membatasi jumlah iklan dan ruang untuk semua partai.***

 

 

 

Budhiana Kartawijaya

Sekretaris Perusahaan Pikiran Rakyat. Meniti karir sebagai wartawan di Pikiran Rakyat.

Leave a Reply

%d bloggers like this: