KALAU kita berjalan-jalan di Kawasan Perumahan Batununggal Kota Bandung, kita akan mendapatkan kabel-kabel membentang. Dari satu tiang ke tiang lain, tidak satu kabel yang menjuntai, tapi belasan! Itu baru yang di Kawasan Batununggal. Coba kalau kita jalan di sepanjang Jl Naripan, Jl Sudirman arah Cimahi, atau di beberapa jalan lainnya, jumlahnya bisa puluhan. Satu titik, tiangnya bisa berjumlah lebih dari 10 seperti yang di belokan Jl Naripan-Jl Braga persih di hook toko kue Canary.
Yang menarik, di Kawasan Batununggal itu ada tulisan “BUKAN MILIK TELKOM” menggantung di juntaian kabel itu. Ada banyak tulisan itu tergantung, dan cukup bisa dipandang mata oleh orang-orang yang sedang olahraga pagi mengelilingi lapangan di situ
Sebagai warga kota Bandung saya merasa pemasangan kabel ini ruwet , mengganggu peandangan, atau kata urang Sunda: sareukseuk. Publik tidak tahu apakah itu kabel Telkom, PLN, atau apa? Dan mengapa sebanyak itu.
Saya tidak tahu, siapa atau instansi mana yang memasang tulisan itu, karena di media itu tidak ada tanda resmi, cap atau apalah. Kalau memang Telkom yang memasang, mestinya ada autentifikasi PT Telkom.
Sebagai pengamat komunikasi publik, saya hanya bertanya siapa dan apa sih pesan yang ingin disampaikan si pemasang?
Kalau yang memasang itu memang PT Telkom, maka apa pesan yang ingin dikirimkan Telkom kepada publik? Apakah Telkom ingin mengatakan bahwa dari semua kabel yang bikin sareukseuk itu bukan milik Telkom, dus Telkom tak bertanggungjawab atas keruwetan ini? Kalau memang bukan milik Telkom, lantas belasan kabel itu milik siapa? Publik tak pernah tahu.
Kemungkinan pertama: Yang memasang itu memang Telkom. Tapi pertanyaannya belum selesai. Kalau yang memasangnya Telkom, apakah semua kabel itu bukan milik Telkom? Ataukah hanya kabel yang digantungi tulisan itu saja yang bukan miliknya sedangkan sisanya yang banyak itu milik Telkom?
Kalau semua kabel itu bukan milik Telkom, terus milik siapa? Dan apa tujuannya Telkom memasang tulisan itu? Kalau hanya satu kabel yang bukan milik Telkom, lalu yang satu itu miliki siapa, dan apa maksudanya Telkom memasang tulisan itu?
Kemungkinan kedua: Yang memasang tulisan itu bukan Telkom. Ini pun masih menyisakan pertanyaan berikutnya: apakah semua kabel itu bukan punya Telkom? Kalau bukan punya Telkom semuanya, lantas punya siapa? Dan apa maksudnya memasang tulisan itu?
Kalau cuma satu kabel saja yang bukan punya Telkom, lantas milik siapa? Dan apa maksudnya menempeli satu kabel itu dengan tulisan “BUKAN MILIK TELKOM” ?
Mahasiswa tingkat dasar Fakultas Komunikasi pasti diajari Model Komunikasi Lasell. Ahli Ilmu Politik dan Ilmu Komunikasi Amerika Harold Laswell mengatakan, tindakan komunikasi bisa dilihat dari : Siapa yang mengatakan (Who), Apa yang dikatakan (What), melalui saluran apa (medium), untuk siapa (Whom) dan efek apa yang diharapkan (Effect)?
Kayaknya dalam kasus di Batununggal ini, cuma medium yang jelas: yaitu lewat banner. Cuma siapa yang mengatakannya tidak jelas, apa yang dikatakannya tidak tahu, untuk siapa tidak terang, untuk siapa sami mawon, dan efeknya apa wallahu alam.
Kecuali kalau ada saingan dagang antara Telkom dengan perusahaan lain terkait pemasangan kabel itu. Maka yang tahu adalah mereka saja, saling sindir antar pelaku usaha sejenis. Nah kalau seperti ini, berati bukan komunikasi publik.
Kalau kita sebagai orang awam cuma dua hal yang dipahami dari komunikasi publik kabel ruwet ini: memang tidak ada koordinasi untuk merapikan kabel kota ini, dan tidak tahu siapa yang bisa memimpin penertiban kabel.
Telkom, PLN mah kitu lah ti kapungkur. Payuneun bumi mamang, upamana, PLN kapungkur melak tangkal listrik. Naha da teu aya basa pisan. Padahal nanclebkeunana di tanah milik mamang, kira dua meter ti jalan aspal. Untungna, pepelakanna teu akaran jeung ngajangkungan….Coba mun akaran jeung ngajangkungan….Hahaha…..
Kudu diselesaikan ku tukang kindow